Thursday, June 9, 2011

Jurnal SHRK Juni 2011 - Hari ke-3 Vol. 1

Kata Yesus kepadanya: "Maria!" Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: "Rabuni!", artinya Guru. - Yohanes 20:16

Peristiwa ketika Maria Magdalena berdiri dekat kubur dan menangis di hari ke-3 setelah Tuhan Yesus dikubur. Maria telah melihat dua orang malaikat, bahkan melihat Tuhan Yesus, namun tidak mengenali-Nya. Dua kali Tuhan Yesus bertanya akan alasan Maria menangis dan siapa yang sedang dicari, Maria masih belum menyadari. Namun ketika Tuhan Yesus memanggil namanya, sesaat kemudian sadarlah Maria. Sebab hanya Dia yang memanggil Maria sedemikian rupa, dan hal ini terjadi karena adanya persahabatan dan keintiman antara Maria dengan Tuhan Yesus. Adakah kita menjalin persahabatan dan keintiman sedemikian rupa? Pernahkah Tuhan memanggil nama kita secara pribadi saat kita berinteraksi dengan-Nya?

Maka hamba-Ku Daud akan menjadi rajanya, dan mereka semuanya akan mempunyai satu gembala. Mereka akan hidup menurut peraturan-peraturan-Ku dan melakukan ketetapan-ketetapan-Ku dengan setia. - Yehezkiel 37:24, berbicara tentang Kerajaan Israel dan Yehuda yang dipersatukan kembali.

Nabi Yehezkiel ada pada zaman sekitar 400 tahun setelah raja Daud, namun nabi Yehezkiel mampu melihat masa depan bersama dengan Tuhan. Masa depan akan bersatunya kembali Kerajaan Israel dan Yehuda di bawah kepemimpinan raja Daud di masa yang akan datang. Sampai saat ini firman nubuatan ini belum digenapi seutuhnya. Kristus yang adalah Daud yang sesungguh memang telah merampungkan tugas penebusan, namun pemulihan dan pembebasan bangsa Israel secara fisik akan terjadi pada zaman Kerajaan Seribu Tahun.

Keberadaan sayap-sayap rohani dan kemampuan kita terbang dipengaruhi dari cara dan kemampuan kita menangkap kehendak Tuhan dan kerinduan untuk melakukannya dalam hidup kita. Beberapa tokoh / pahlawan iman lainnya:

Samuel - Memiliki sayap dengan selalu memilih bereaksi yang benar sehingga memperoleh keuntungan yang besar dalam setiap keadaan / kesempatan. Dan mengenai hal ini bahkan bangsa Israel memberikan kesaksian yang meneguhkan saat Samuel minta diri dari bangsa itu (1 Samuel 12:3-4, 23). Samuel memiliki segudang alasan untuk menjadi marah, kecewa dan bereaksi yang salah dalam berbagai peristiwa hidupnya:
  • Samuel memiliki alasan untuk kecewa dan marah karena sejak kecil ia tidak lagi tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, melainkan tinggal di dalam Bait Allah di bawah pengawasan imam Eli saat itu. Ini sama sekali berbeda dengan masa kanak-kanak lainnya dimana anak-anak lain mendapat kasih sayang orang tua mereka sepenuh waktu seperti pada umumnya. Namun Samuel tetap setia mengabdi kepada Tuhan.
  • Samuel dibesarkan bersama dengan anak-anak dursila dari imam Eli, Hofni dan Pinehas, yang begitu keji dan mengerikan. Namun  hal ini juga tidak menjadikan Samuel mengikuti aksi jahat anak-anak imam Eli itu. Samuel tetap menjaga kehidupannya di hadapan Tuhan.
  • Ketika Tuhan mencurahkan segala "uneg-uneg"-Nya atas semua yang terjadi dari keluarga imam Eli, Samuel tidak surut menaruh hormat yang sepantasnya kepada imam Eli. Dia tidak memandang rendah atau bersikap kurang ajar walau semua keburukan keluarga imam Eli diketahuinya bahkan dari Tuhan sendiri. Sikap ini agaknya jarang didapati ketika para bawahan mengetahui kebobrokan atasannya dalam berbagai organisasi termasuk di dalam gereja.
  • Bangsa Israel meminta seorang raja dan sesungguhnya ini sama dengan menolak kepemimpinan Samuel, namun Samuel tetap setia melayani Tuhan dan tetap mencari kehendak-Nya untuk mengetahui orang yang tepat yang Tuhan inginkan untuk menjadi raja atas Israel saat itu.
  • Dan ketika Saul, orang yang dipilih Tuhan pertama kali untuk menjadi raja, memberontak dan mendukakan Tuhan, Samuel tidak menjadi marah terhadap Tuhan dan menyalahkan Tuhan atas pilihan-Nya memilih Saul. Sebaliknya Samuel bereaksi tetap memihak kepada Tuhan daripada egonya sendiri. Perhatikan bagaimana reaksi Tuhan ketika Saul melanggar untuk yang kedua kalinya secara fatal, bahwa Tuhan MENYESAL karena telah menjadikan Saul sebagai raja. Bahkan hati Samuel ikut sakit (1 Samuel 15:11). Namun ketika menghardik Saul, Samuel berkata bahwa Tuhan tidak berdusta dan tidak tahu menyesal, sebab Tuhan bukan manusia yang harus menyesal (1 Samuel 15:29). Dapatkah kita melihat bagaimana Samuel begitu menghargai perasaan dan kedaulatan Tuhan dengan sedemikian dalam? Dapatkah kita memahami keintiman Samuel terhadap Tuhan?
Bersambung...

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.