Saturday, September 10, 2011

Makna Sebuah Kehidupan - Alika Subandrio

Diceritakan oleh Muktiningsih. Dituturkan kepada Alika Subandrio.

Aku adalah seorang ibu 45 tahun dengan 4 orang anak dan seorang suami yang selalu menyakiti hatiku. Sungguh aku tidak tahan dengan hidupku karena begitu sakit dan membuatku selalu menyerah. Meskipun aku tahu tentang Tuhan Yesus sejak bayi, namun tidak pernah mendapat sesuatu yang spektakuler dari-Nya; walaupun aku tahu sejak bekerja jadi TKW di Malaysia, aku tidak pernah sakit karena pemeliharaan Tuhan atasku.

Penderitaanku tidak pernah selesai dan selalu ada saja, suamiku yang selalu selingkuh berulang-ulang dan berulang ulang membuatku tak tahan. Anak-anakku yang masih membutuhkan bantuanku juga membuatku amat lelah, karena sebetulnya mereka sudah bisa mandiri kecuali yang paling kecil..

Singkat cerita, aku sedang berada di Malaysia untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sudah hampir 6 bulan aku menganggur di asrama karena para majikan tidak mau mempekerjakanku karena aku awut-awutan dan kurus berantakan. Sampai akhirnya aku diambil majikan dari Singapura dan singkat cerita aku dikembalikan lagi ke asrama karena aku mau dikorbankan dengan pesugihan yang diambilnya, setannya tidak mau menerima aku sebagai santapannya karena ada darah Yesus memeteraikan hidupku.

Di asrama aku dimaki-maki dan disiksa tentang nama Yesus, aku cuma menangis dan aku tidak menolak-Nya. Aku lelah dan putus asa, aku segera menulis surat wasiat berbunyi, "Jika aku meninggal, asuransiku akan kuwariskan pada anak nomer 2 atau nomer 4." Aku melipat surat itu, kumasukkan saku dan naik ke loteng paling atas untuk menjatuhkan diriku dari sana. Aku sudah kalut dan tidak ada pilihan lain selain MATI. Setelah berdiri dan memejamkan mata, tiba-tiba ada kekuatan lain yang menggagalkan niatku dan tidak jadi bunuh diri. Aku terlelap bersama ratusan TKW asal Indonesia dan bermimpi.

Aku berada di tengah jalan dan sedang terus menangis, tiba-tiba muncul seorang kakek, Kakek itu menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan. Dia mengenakan caping dan baju compang-camping, ketika Dia menggandengku aku rasakan damai dan ketenangan. Dia mengajari aku tentang banyak hal, Dia mengatakan bahwa aku harus semangat bekerja karena anak-anakku masih membutuhkan bantuanku. Tentang suamiku biar Tuhan yang akan menegurnya. Dia terus mengajakku berjalan dan mengajariku tentang begitu banyak hal. Sampai akhirnya aku tiba di sebuah titik. Di sana dua tempat yang sangat berbeda yang letaknya sebelah menyebelah.

Tempat sebelah kanan adalah tempat sejuk, berpagar putih tinggi seperti pagar istana dengan banyak prajurit seperti tentara romawi. Di sana ada pohon-pohon besar yang rindang. Aku tidak diijinkan masuk, hanya di luar. Kakek itu segera masuk untuk ganti baju dan ketika Beliau masuk, semua penghuni di situ lari menyembunyikan diri, kemudian Kakek itu kembali dan memakai jubah putih. Selama beberapa detik ditinggal Kakek itu, aku bertemu dengan kakak lelakiku yang sudah meninggal. Dia berkata dengan membentak, "Cepat pulang karena ini bukan tempatmu!"

Aku memandang sebuah tempat sebelah kiriku, gelap beku seperti ada sumur dan selalu mengeluarkan asap hitam. Di dalamnya kudengar teriakan, "Hadoh! Hadoh!" "Tolong! Tuhan ampuni aku!" "Tolong keluarkan aku!" dan semacamnya. Aku berdoa dalam hati, "Tuhan tolong mereka kasihan mereka," tapi Kakek itu menjawab, "Sudah terlambat, karena mereka sudah dikasih waktu untuk bertobat dan mereka tidak mau berbalik dari jalan mereka yang jahat!"

Kakek itu melanjutkan nasehatnya, "Di sini kamu tidak ada hubungan lagi dengan anak-anak, suami dan keluargamu, karena di sini kamu akan menjadi pribadi yang tidak ada hubungan darah dengan siapapun. Tapi kamu akan senang kalau anak-anak dan suamimu juga ada di sini bersamamu. Aku membawamu ke sini untuk mengajarmu mengerti makna sebuah kehidupan. Ceritakan kepada suami, anak-anakmu, saudaramu dan orang-orang yang belum mengenal AKU."

Aku diantarkan pulang dan tiba-tiba Dia menghilang dan aku berteriak mencari-Nya, "Kakek! Kakek! Di mana Engkau?" Para teman-teman TKW membangunkanku dan berkata bahwa tidak ada kakek-kakek di sini, kita semua perempuan. Setelah peristiwa itu, aku mendapat juragan yang baik dan bekerja dengan penuh semangat dan dapat mengirim uang pada anak-anakku di Indonesia.

Saudara-saudari, ini adalah sebuah kisah nyata yang saya dengar dan saya tuliskan. Saya tahu apa maknanya dan hati saya bergetar mendengarkannya.
Tuhan memberikati, Alika Subandrio.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.