Wednesday, March 21, 2012

Destiny Vs. Dream

"Tetapi kata Rut: 'Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!'" - Rut 1:16-17

"Windu, apa impianmu?" tanya seorang leader MLM kepada saya. Dan untuk beberapa saat lamanya saya diam, tertawa geli di dalam hati dan merasa bahwa saya sudah tidak punya impian lagi. Namun di saat yang sama pikiran saya menyelidik, "Lalu bagaimana saya bisa hidup dengan gelora seperti saat ini walau saya masih belum tahu dengan jelas apa impian saya?"

By the way, leader tersebut masih lebih muda daripada saya dan memiliki sejumlah prestasi dan untuk saat ini saya yakin juga kondisi keuangannya jauh lebih baik daripada saya. Namun walau tidak memiliki impian BUKAN berarti saya tidak memiliki takdir. Saya tahu dari mana saya berasal, dan seberapa besar Tuhan hendak membawa saya kepada puncaknya. Ada rancangan dan rencana Tuhan dalam hidup saya. Dan saya menyadari bahwa ada banyak yang diinvestasikan oleh Dia ke dalam hidup saya dan suatu saat saya harus mengembalikan "pokok" berikut "bunganya." Takdir itu untuk kepentingan Kerajaan-Nya, namun di dalamnya saya memperoleh keuntungan yang tidak akan pernah saya bayangkan sebelumnya. Karena saya terbatas, namun Dia penuh dengan kejutan.


Rut tidak memiliki impian sama sekali. Atau, sekalipun ia pernah punya, ia telah membuangnya dan menggantinya setelah hidup 10 tahun dengan Naomi dan keluarganya. Walau akhirnya semua harus mati dan hanya "tersisa" 2 orang janda, namun di saat itulah Rut melihat takdirnya. Yusuf memang sang pemimpi, namun yang ada dalam mimpinya bukan sesuatu yang dari dirinya, melainkan yang Tuhan tanamkan di dalamnya. Sampai akhirnya ia menjadi penguasa penuh atas seluruh tanah Mesir, saya yakin bahwa ia tidak pernah berambisi untuk hal itu, bahkan terpikirpun tidak. Apalagi sebelumnya ia adalah seorang budak selama belasan tahun dan narapidana selama 4 tahun.

Musa menyadari bahwa ia orang Yahudi, dan memiliki impian untuk membebaskan bangsanya dari perbudakan Mesir. Namun itu bukan impian yang dari dirinya sendiri, karena baginya lebih baik hidup mewah menjadi seorang "Mesir" daripada hidup nelangsa dan menjadi bagian dari bangsa yang tegar tengkuk Israel. Namun Tuhan menggenggam hatinya dan menyatakan takdirnya untuk 40 tahun kemudian ia membawa keluar bangsanya kembali ke Tanah Perjanjian.

Jadi apakah salah jika seseorang memiliki keinginan dan impian yang sedemikian rupa? Tentu saja tidak, tetap milikilah impian dan keinginan, namun hukum-Nya berkata jelas bahwa carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu - Matius 6:33. Ketika Anda menyadari takdir Anda dengan jelas di dalam kehendak-Nya yang sempurna, maka impian Anda akan terlampaui.

Destiny is still our priority and it makes our dreams come true

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.