Wednesday, December 5, 2012

Jurnal SHRK December 2012 - Hari Ke-2

Perhatikan benih pohon beringin (oak wood), ketika ditanam dan dipupuk untuk beberapa hari pertumbuhannya tidak seberapa. Namun dengan jangka waktu yang relatif cepat, pohon beringin yang memiliki tinggi 1 - 1,5 meter akan memiliki kedalaman akar yang lebih panjang daripada tinggi pohon tersebut dan panjang akar yang juga lebih panjang daripada tingginya. Dan ketika hendak dicabut, akarnya sudah terlalu luas dan dalam untuk dimusnahkan. Dan jika pohon ini ditanam dekat rumah atau teras, dalam waktu beberapa minggu, akarnya akan sangat merusak rumah tersebut. Demikian pula dengan dendam, kepahitan, kekecewaan, amarah dan sejenisnya. Jika semua itu tidak segera dibereskan sedini dan sesegera mungkin maka hal itu akan terus merusak kehidupan, iman dan harapan kita. Semua TANPA TERKECUALI, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang tidak memiliki benih kejahatan seperti, semua kita memilikinya. Kita perlu memohon kepada Tuhan untuk Dia menyelidiki hati kita masing-masing dan menunjukkan kepada kita serta menanggulangi (benih) "beringin" yang ada di hati dan batin kita.

Pemberontakan Yang Fatal

"Korah bin Yizhar bin Kehat bin Lewi, beserta Datan dan Abiram, anak-anak Eliab, dan On bin Pelet, ketiganya orang Ruben, mengajak orang-orang untuk memberontak melawan Musa, beserta dua ratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang yang kenamaan. Maka mereka berkumpul mengerumuni Musa dan Harun, serta berkata kepada keduanya: 'Sekarang cukuplah itu! Segenap umat itu adalah orang-orang kudus, dan TUHAN ada di tengah-tengah mereka. Mengapakah kamu meninggi-ninggikan diri di atas jemaah TUHAN?'" - Bilangan 16:1-3. Demikianlah Korah, Datan, Abiram, On dan 250 orang yang merasa benar, merasa terkenal serta merasa punya nama baik di antara kalangan bangsanya sehingga mereka merasa berhak menggulingkan Musa dan Harun.

Lebih fatal lagi, ketika Musa memanggil Datan dan Abiram untuk dicarikan solusi yang terbaik, maka respon mereka terhadap panggilan Musa, "Belum cukupkah, bahwa engkau memimpin kami keluar dari suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya untuk membiarkan kami mati di padang gurun, sehingga masih juga engkau menjadikan dirimu tuan atas kami? Sungguh, engkau tidak membawa kami ke negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ataupun memberikan kepada kami ladang-ladang dan kebun-kebun anggur sebagai milik pusaka. Masakan engkau dapat mengelabui mata orang-orang ini? Kami tidak mau datang." - Bilangan 16:13-14. 

Sikap hati seperti itu jelas ada kepahitan dan kekecewaan, sama seperti sebagian besar kita semua pasukan-Nya. Yang merasa sudah berkorban sedemikian rupa, sudah kehabisan waktu, tenaga, bahkan uang, namun melihat kenyataan tidak ada yang berubah dan fakta yang masih terlalu jauh dari harapan yang dijanjikan. Dan ujung-ujungnya menuduh pemimpin-pemimpin kita sendiri dengan rasa penuh kecewa dan marah.

Dan lebih berbahaya lagi sikap seperti ini sangat mudah dan cepat "menular" tanpa dapat disadari sebelumnya. "Tetapi pada keesokan harinya bersungut-sungutlah segenap umat Israel kepada Musa dan Harun, kata mereka: 'Kamu telah membunuh umat TUHAN.' Ketika umat itu berkumpul melawan Musa dan Harun, dan mereka memalingkan mukanya ke arah Kemah Pertemuan, ... Dan mereka yang mati kena tulah itu ada empat belas ribu tujuh ratus orang banyaknya, belum terhitung orang-orang yang mati karena perkara Korah. Ketika Harun kembali kepada Musa di depan pintu Kemah Pertemuan, tulah itu telah berhenti." - Bilangan 16:41-50.

Perhatikan kasus cerita ini, Korah, Datan, Abiram dan gerombolannya meng"kudeta" Musa & Harun. Lalu Musa langsung menyerahkan kasus ini kepada Tuhan. Keesokan harinya Musa meminta semua rakyat menjauh dari Korah sehingga hukuman Tuhan tidak ikut menimpa rakyat. Karena ada jarak tertentu, maka ada "missing link" yang tidak diketahui oleh rakyat. Jadi ketika Korah dikubur hidup-hidup ke dalam dunia orang mati oleh Tuhan sendiri, rakyat menganggap itu sebagai ulah Musa yang sedang mengutuki secara verbal kepada Korah. Maka pada hari yang berikutnya rakyat memberontak kepada Musa dengan pemahaman yang sama sekali keliru.

Respon Musa

Pada titik peristiwa ini, Musa sudah dipastikan "kena penalti" untuk tidak beroleh masuk ke Tanah Perjanjian. Namun Musa tidak pernah mencondongkan hatinya kepada berkat, baginya hati Tuhan jauh lebih penting daripada janji-Nya. Pernah suatu ketika Tuhan sudah ingin meninggalkan bangsa yang tegar tengkuk itu, dan memberi jaminan supaya seorang malaikat diutus untuk menghalau semua musuh, Musa tetap menginginkan penyertaan Tuhan lebih dari segalanya, untuk berapapun lamanya waktu yang harus dihabiskan lagi di padang gurun. Itu sebabnya, Musa tetap memiliki sikap hati yang benar, ia tetap mengerjakan pertobatannya dengan benar. Kita harus memiliki sikap yang sama untuk dapat berjalan dari kemuliaan kepada kemuliaan, untuk dapat menari di atas gelombang, untuk menaklukkan dunia. "Ketika Musa mendengar hal itu, sujudlah ia." - ayat 4. "Tetapi sujudlah mereka berdua dan berkata: 'Ya Allah, Allah dari roh segala makhluk! Satu orang saja berdosa, masakan Engkau murka terhadap segenap perkumpulan ini?'" - ayat 22. "Ketika ia berdiri di antara orang-orang mati dan orang-orang hidup, berhentilah tulah itu." - ayat 48. Musa tidak membela dirinya, namun masih tetap bersyafaat bagi "musuh"nya. 

Satu-satunya reaksi yang bisa kita lakukan ketika keadaan semakin tidak dapat kita pahami dan tidak menentu adalah semakin bersujud di hadapan-Nya. Ingatlah bahwa selalu ada Iblis yang berdiri di samping Tuhan karena mereka bersama-sama menantikan reaksi sikap hati kita. Kita tidak dapat melakukan hal lainnya lagi, meragukan Tuhan jelas bukan pilihan, karena keadaan yang ada hanya sementara seperti sebuah turbulensi ketika kita sedang terbang tinggi. Namun dengan bersujud, kita akan terus naik melampaui semuanya itu. 

"Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." - Daniel 3:16-18. Diberkati ataupun tidak diberkati, sikap hati mereka tetap sama. Dan sikap inilah yang harus lahir dari diri kita masing-masing.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.