Tuesday, March 19, 2013

Memahami Dasar Hak Kesulungan

"Ucapan ilahi. Firman TUHAN kepada Israel dengan perantaraan Maleakhi. 'Aku mengasihi kamu,' firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: 'Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?' 'Bukankah Esau itu kakak Yakub?' demikianlah firman TUHAN. 'Namun Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.'" - Maleakhi 1:1-3

Setelah hampir 1100 tahun Tuhan berfirman dan bertindak nyata terhadap bangsa Israel, yakni sejak zaman Musa hingga zaman Maleakhi, Tuhan memberikan pesan-pesan terakhir, sebelum Ia "undur diri" selama sekitar 430 tahun sebelum Kristus lahir ke dunia. Dan pesan itu diawali dengan pernyataan cinta-Nya kepada Israel. Namun jika kita renungkan perkataan firman cinta tersebut, ada hal yang aneh dalam pernyataan-Nya itu. Ketika Ia menyatakan bahwa Ia mengasihi Yakub, caranya adalah dengan membenci Esau dan kebencian-Nya tidak kecil dan tidak tanggung-tanggung. Ini sungguh aneh.

Sekarang bayangkan jika saya berkata kepada seseorang bahwa saya mengasihinya dengan cara membenci saudara atau saudarinya yang lain, adakah hal itu terdengar aneh? Namun begitulah Tuhan, Ia jelas-jelas mengasihi Israel (Yakub) dengan jelas-jelas membenci Esau (Edom). Dan pernyataan-Nya ini bukan tanpa maksud atau hanya menunjukkan betapa "nyentrik"-Nya Tuhan kita.

Kita semua tahu bahwa kesalahan Esau adalah menjual hak kesulungannya kepada Yakub. Namun ternyata apa yang dilakukan Esau bukanlah hal sepele, melainkan menimbulkan sakit hati Tuhan yang mendalam dan bisa dikatakan kekal. Mari kita perhatikan kejadiannya:

Pada suatu kali Yakub sedang memasak sesuatu, lalu datanglah Esau dengan lelah dari padang.

Esau: "Berikanlah kiranya aku menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah."
Itulah sebabnya namanya disebutkan Edom.

Yakub: "Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu." 

Esau: "Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?"

Yakub: "Bersumpahlah dahulu kepadaku." 

Maka bersumpahlah ia kepada Yakub dan dijualnyalah hak kesulungannya kepadanya. Lalu Yakub memberikan roti dan masakan kacang merah itu kepada Esau; ia makan dan minum, lalu berdiri dan pergi. Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu. - Kejadian 25:29-34

Esau mungkin memandang aneh akan permintaan Yakub saat itu, karena pikirnya, "Masalah hak kesulungan saja koq kamu anggap begitu serius?" Dan ia langsung meresponi dengan mudah, "Aku ini sudah kelaparan, dan kalau aku mati karena lapar, apa gunanya lagi hak kesulungan itu?" Jadi Esau memandang hidupnya hanya sebatas bagaimana keadaan perutnya, hanya sebatas apa yang ada hari ini, hanya sebatas apa untungnya untuk dirinya sendiri. Sedangkan Yakub memandang jauh ke depan, bahkan hingga kepada kekekalan. Yakub mencermati dan mengenali dengan sangat jelas apa yang diwariskan kakeknya, Abraham dan ayahnya, Ishak. Yakub juga melihat bagaimana dan memahami mengapa Ismael harus "disingkirkan" dari rumah kakeknya hari itu. 

Sedangkan Esau seperti orang yang tidak kenal siapa kakeknya, dan ayahnya. Ia tentu sudah mengerti mengapa ayahnya dijodohkan dengan ibunya, namun dengan konyolnya dia mengambil perempuan Kanaan untuk menjadi istrinya, ini sebuah kebebalan yang teramat sangat. Tidak mengherankan bahwa Esau dengan begitu bodohnya dan begitu mudahnya mengucapkan sumpah menjual hal yang amat berharga itu kepada Yakub. Tuhan tidak mempermasalahkan peralihan hak kesulungan itu, namun sikap Esau terhadap hak kesulungan yang menjadikan diri-Nya sakit hati yang teramat sangat kepada Esau (Edom).

"Apabila Edom berkata: 'Kami telah hancur, tetapi kami akan membangun kembali reruntuhan itu,' maka beginilah firman TUHAN semesta alam: 'Mereka boleh membangun, tetapi Aku akan merobohkannya; dan orang akan menyebutkannya daerah kefasikan dan bangsa yang kepadanya TUHAN murka sampai selama-lamanya.'" - Maleakhi 1:4

Betapa Tuhan sangat membenci sikap Esau hari itu, sampai Ia bertekad, "Kamu dulu sudah membuang begitu saja apa yang Aku berikan, sekarang jangan harap kamu punya kehidupan yang layak di muka bumi ini, setiap kali kamu membangun, akan Kurobohkan, setiap kali kamu berjuang, akan Kugagalkan sampai habis semua kaummu." Sungguh Esau (Edom) seperti sudah mengalami "Neraka di bumi" akibat kejahatannya. Dan sampai sekarang, apa yang masih tersisa dari bangsa Edom ini? Sama sekali tidak ada.

Di sisi lain, Yakub sudah mengincar Hak Kesulungan tersebut bahkan sejak dalam kandungan, ketika ia memegang tumit kakaknya pada hari mereka keluar dari rahim Ribka. Dan sejak kecil hingga dewasa, ia terus memikirkan dan mengincar Hak Kesulungan itu. Kapanpun, di manapun dan bagaimanapun, ia bertekad untuk memiliki dan memanfaatkan kesempatan merebut Hak Kesulungan dari kakaknya. Dan ketika hal itu tiba, sungguh Yakub menyambar dengan kuat.

Peristiwa ini, diyakini bukan sekedar kelengahan Esau dan kejelian Yakub, namun ada "pintu" yang dibukakan oleh Allah bagi Yakub. Allah sungguh menghargai kerinduan Yakub dan pada waktunya tersingkaplah isi hati dan karakter Esau dan beralihlah hal besar itu kepada Yakub. 

Double Portion

Selain Yakub, ada beberapa tokoh yang juga sangat peduli dengan Hak Kesulungan. Satu di antaranya adalah Elisa:

"Dan sesudah mereka sampai di seberang, berkatalah Elia kepada Elisa: 'Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu.' Jawab Elisa: 'Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.' Berkatalah Elia: 'Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi.'" - 2 Raja-Raja 2:9-10

Istilah "dua bagian" atau yang biasa populer dengan "double portion" (porsi ganda), itu bukan berarti porsi yang dikali dua, melainkan Hak Kesulungan. Istilah "dua bagian" itu mengacu kepada "dua pertiga" bagian dari warisan yang biasa diterima oleh semua anak sulung laki-laki dalam tradisi keluarga Yahudi. Jadi dalam hal ini, permintaan Elisa kepada Elia adalah untuk menjadikannya sebagai anak sulung dari Elia. Dan itu sebabnya Elia menganggap hal itu sebagai sebuah permintaan yang sukar untuk dipenuhi.

Mengapa dianggap sukar? Karena dalam Hak Kesulungan ada tanggung jawab yang sulung juga, tanggung jawab yang di atas rata-rata. Benar-benar persis seperti seorang anak sulung di dalam sebuah keluarga, yang harus bertanggung jawab untuk mewarisi dan meneruskan apa yang dibebankan dari ayahnya. Teladan Yesus Kristus sebagai yang sulung di antara Gereja, merupakan contoh yang sempurna. Betapa Kristus rela turun melayani hingga mati di atas kayu salib. Sungguh ini bukan perkara yang mudah. 

Mengejar (Hak) Kesulungan

Mereka yang mengingini Hak Kesulungan dengan perjuangan sedemikian rupa, biasanya rela membayar apapun, berapapun dan bagaimanapun beratnya harga tersebut harus dibayar. Abraham tidak memperoleh apa yang dijanjikan, Ishak bahkan hanya diam di dalam kemah hingga wafatnya, Yakub meratapi banyak hal pada masa tuanya, Yusuf yang walaupun sudah sukses, namun tetap meminta agar tulang-tulangnya ikut dibawa keluar dari Mesir pada waktunya.

Selain itu ada pula Tamar, yang memperdaya Yehuda (Kejadian 38), Rahab yang mencoba berlindung karena percaya dengan kepada Allah Israel (Yosua 2) dan wanita Rut yang membalikkan keadaan hidupnya (Rut 1:16-17). Dan hasilnya dapat kita lihat pada Injil Matius pasal 1, daftar para pemenang tersulung yang menjadi moyang dari Yesus Kristus.

Sadarkah bahwa seharusnya anak sulung yang paling memahami hati ayahnya, yang sepaham dengan visi dan pemikiran ayahnya dan akhir yang akan mewarisi segalanya dari ayahnya? Demikian juga kita sebagai Gereja bahkan Mempelai-Nya, yang seharusnya memahami hati Tuhan, yang berjalan seirama dengan kerinduan dan impian-Nya dan akhirnya yang mewarisi dan menjalankan warisan Kerajaan Allah sebagai imamat rajani di bumi ini.

Hak Kesulungan bukan berbicara mengenai kenyamanan atau kenikmatan, bukan juga mengenai harta karun yang besar, jumlah uang yang melimpah, kedudukan yang amat tinggi maupun popularitas yang sangat luas. Hak Kesulungan berbicara tentang hidup yang dipersiapkan dalam didikan dan penderitaan yang terus menerus, yang menjadikan kita semakin dewasa dan memiliki kapasitas yang semakin besar sehingga bukan saja menjadi berkat bagi banyak orang, melainkan juga menggenapi semua kehendak dan rencana yang Tuhan tetapkan hingga mencapai garis akhir dengan kuat. Dan bagi mereka yang menggenapi semuanya itulah yang terpilih untuk duduk bersama di tahta-Nya dan memerintah dalam kekekalan.

Hak Kesulungan BUKAN Perkara Bagaimana Kita Diistimewakan, Melainkan Bagaimana Kita Menjadi Yang Teristimewa Di Hati-Nya

1 comment:

Note: Only a member of this blog may post a comment.