"Firman-Nya: 'Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah." - Kejadian 4:10
"Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki. Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya: 'Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?'" - Wahyu 6:10
"Yesus berkata: 'Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.'" - Lukas 23:34
"Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: 'Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.' Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: 'Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!' Dan dengan perkataan itu meninggallah ia." - Kisah Para Rasul 7:59-60
Suatu pagi Roh Tuhan mengajak berdiskusi sambil mengingatkan beberapa martir yang tertulis di Alkitab.
"Nak, kamu mau menjadi martir yang mana?"
Satu pertanyaan singkat itu membuat perenungan yang begitu mendalam dan tiba-tiba di saat itu juga saya mempertanyakan diri saya sendiri, akankah saya menjadi martir yang berkenan kepada Yang Mengasihi dan Yang saya kasihi, Yesus Kristus?
Karena ada martir yang tidak sungkan berseru kepada Tuhan untuk menuntut pembalasan atas darah mereka yang telah tertumpah, tapi di sisi lain ada Yesus dan Stefanus yang bahkan masih bersyafaat sampai titik darah terakhir mereka supaya Allah Yang Mahatinggi tidak membalaskan perbuatan jahat tersebut.
Kedua jenis martir ini sama-sama orang pilihan sebab tidak semua orang percaya dipilih sebagai martir. Kedua jenis martir ini sama-sama mengasihi Tuhan tanpa menyayangkan nyawa mereka sendiri. Dan keduanya akan menerima kuasa dan otoritas untuk menghakimi pada Masa Kerajaan Seribu Tahun.
Namun tetap Tuhan bertanya, "Kamu mau jadi martir yang mana?"
Terus terang, yang seperti Tuhan Yesus dan Stefanus itu hanya segelintir, sekalipun pada Masa Tribulasi darah martir yang ditumpahkan begitu banyak. Dan mengapa para martir ini diminta menunggu sebentar lagi? Bukan karena jumlah martir harus genap, tapi juga ada kuota tertentu yang Tuhan kehendaki untuk martir yang seperti Tuhan Yesus dan Stefanus.
Mengapa Darah Yesus berbicara lebih kuat daripada darah Habel? Karena Habel berseru tentang ketidakadilan yang menimpa dirinya, sedangkan Yesus berseru akan keselamatan mereka yang membunuh-Nya.
Jadi dalam kemartiran juga ada tingkatannya, yakni yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Tuhan Yesus dan Stefanus, itulah yang sempurna. Dan saat di mana Stefanus menjadi martir, itulah saat dimulainya Saulus menjadi Paulus.
Yang paling menarik adalah ketika Paulus menuliskan suratnya yang pertama kepada Jemaat Korintus,
"Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. ... Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal." - 1 Korintus 13:3, 11-12
Sesungguhnya, menjadi martir bukanlah sekedar rela mati dengan tidak menyayangkan nyawa. Menjadi martir yang sempurna adalah perkara mengasihi sebagaimana Tuhan mengasihi dan mengasihi sekalipun sudah tidak ada lagi dasar atau alasan untuk mengasihi.
Kebenaran yang dapat kita ketahui tidaklah seberapa, dan lebih sedikit lagi yang bisa kita sampaikan kepada dunia, itu sebabnya tanpa kasih yang sejati, apalah artinya menjadi saksi bagi Kristus.
But for right now, until that completeness, we have three things to do to lead us toward that consummation: Trust steadily in God, hope unswervingly, love extravagantly. And the best of the three is love.