"Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: 'Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan memperdengarkan perkataan-perkataan-Ku kepadamu.'
"Lalu pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya.
"Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya: 'Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!'" - Yeremia 18:1-6
Setelah sekitar 4 bulan masyarakat dunia berjibaku dengan pandemi Covid-19 ini, akhirnya mayoritas pemerintahan di seluruh dunia (terpaksa) menyesuaikan diri sedemikian rupa karena sadar bahwa kita semua tidak akan pernah bisa kembali lagi kepada keadaan sebelum pandemi tersebut terjadi.
New Normal juga berarti bahwa yang selama ini dianggap tradisional atau diperlakukan layaknya tradisi akan segera ditinggalkan, dianggap usang, dianggap tidak relevan, bahkan dianggap sebagai sesuatu yang mengancam kehidupan.
Berbagai upaya spiritual yang pernah dilakukan sebagian orang untuk mencegah dan / atau mengatasi pandemi Covid-19, yakni dengan berdoa, berpuasa, bernubuat, bahkan "peperangan rohani" hingga ke Kutub Utara telah terbukti gagal ketika New Normal ini disepakati bersama di seluruh dunia.
Gereja harus segera menyadari bahwa pandemi Covid-19 BUKAN sekedar interupsi atau jeda yang sifatnya temporer, melainkan sebuah DISRUPSI BESAR yang mengubah tatanan kehidupan secara permanen dalam berbagai aspek, khususnya dalam menjalankan ritual ibadah dan bahkan misi keselamatan.
Sama halnya dengan bisnis transportasi berbasis online yang tidak sekedar menginterupsi tapi mendisrupsi besar-besaran dan secara telak memukul ekonomi dan bisnis industri transportasi konvensional di seluruh dunia.
Sungguh bahwa Tuhan sedang reshaping atau membentuk ulang Gereja-Nya ke dalam sebuah masa dan situasi yang sama sekali baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Dan tentu saja Gereja sedang direkayasa secara ilahi untuk semakin bergantung kepada kuasa Tuhan atau menjadi binasa dihantam keadaan.
Sayangnya, masih ada banyak pemimpin Gereja yang berpikir untuk sekedar reopening tradisi ibadahnya ketimbang menerima reshaping yang sedang terjadi, khususnya mereka yang terlalu mengandalkan hal-hal yang lahiriah dan kasat mata dalam menjalankan ritual ibadah.
Sadarilah segera, bahwa New Normal ini juga menjadikan sistem pengukuran yang selama ini dipakai juga sudah usang. Bahwa selama ini organisasi gereja yang "sukses" adalah yang gedungnya besar, hadirinnya banyak dan jumlah uang kolektenya berlimpah.
Kini gedung-gedung yang besar itu kosong, karena tidak ada lagi yang hadir, dan karena pandemi ini juga memukul ekonomi secara makro maupun individual, tentu saja berpengaruh terhadap jumlah uang kolekte yang diterima.
Jika kita mau melihat kepada sejarah, Martin Luther melalui Reformasi Gereja yang terjadi 500 tahun yang lalu ditujukan untuk membebaskan Gereja dari kekuasaan para pemimpinnya yang korup, maka kini Covid-19 dengan New Normal-nya sedang membebaskan umat Tuhan dari organisasi gereja yang korup.
Bukankah dalam membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, kepada Firaun, Musa memakai alasan untuk beribadah (secara benar) kepada TUHAN Allah? Demikian juga Covid-19 ini membebaskan umat-Nya dari perbudakan tradisi dan praktik ibadah yang korup.
Yang lahiriah itu semakin tidak bisa diandalkan karena akan semakin rentan untuk terus digoncang di masa depan. Itu sebabnya, ini adalah momen yang sangat baik untuk mengalihkan fokus ibadah kita kepada yang batiniah sehingga ketika goncangan yang lebih dahsyat terjadi kita telah menjadi bagian dari yang tidak tergoncangkan itu dalam anugrah-Nya.
Blessings!
Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu.
Ungkapan "Satu kali lagi" menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan. Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.