"Selamat Hari Natal, kiranya damai Natal menyertai kita semua."
Demikianlah pesan dan ucapan klise yang sering disampaikan saat hari Natal tiba setiap tahunnya. Pertanyaannya, apakah Natal memang sesungguhnya membawa damai? Dan kedamaian seperti apakah yang dibawa dalam hari Natal? Bukankah hari Natal diperingati sebagai datangnya Yesus Kristus sebagai Juruselamat ke dalam dunia? Dan untuk apakah Beliau datang?
"Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya." - Matius 10:34-42
Jadi renungkan sekali lagi, untuk apa sesungguhnya kita merayakan Natal? Untuk apa sesungguhnya kita memperingati hari kelahiran-Nya? Untuk membawa damai yang penuh kompromi atau untuk menyatakan kemuliaan Sang Raja Damai?
Kelahiran dan kedatangan-Nya adalah sebagai Sang Pedang yang membawa pemisahan sampai semua kita teruji, apakah hati kita ini sesungguhnya memprioritaskan Dia di atas segalanya dalam segala perkara? Adakah kita didapati layak dan setia sampai akhir? Seberapa relakah kita kehilangan segalanya termasuk nyawa kita, demi menyambut kemuliaan-Nya yang sejati?
Atau sebenarnya kita hanya ingin damai karena kita takut kehilangan nyawa kita?
Atau jikalau Aku membawa pedang atas negeri itu dan Aku berfirman: Hai Pedang, jelajahilah negeri itu!, dan Aku melenyapkan dari negeri itu manusia dan binatang, dan biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang tadi, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Adonay JEHOVAH, mereka tidak akan menyelamatkan baik anak-anak lelaki maupun anak-anak perempuan, tetapi hanya mereka sendiri akan diselamatkan.