Latar Belakang
Di penghujung pemerintahannya, Salomo melanggar perjanjiannya dengan Tuhan dengan hawa nafsunya dan menyebabkan dia dan rakyatnya jatuh dalam penyembahan berhala. Atas pelanggarannya, Tuhan membangkitkan seorang pemimpin lain bernama Yerobeam, dan menyerahkan 10 dari 12 suku Israel untuk memisahkan diri dari kerajaan Yehuda di selatan Israel dan menjadi kerajaan Israel di utara Israel. (Selengkapnya dapat dibaca dari 1 Raja-Raja 11-12).
Nama Yerobeam berarti perlawanan rakyat (the people will contend). Dan sesungguhnya Tuhan sendirilah yang mengangkat Yerobeam dan memberinya kuasa untuk memerintah atas seluruh Israel (utara),
"Maka engkau ini akan Kuambil, supaya engkau memerintah atas segala yang dikehendaki hatimu dan menjadi raja atas Israel. Dan jika engkau mendengarkan segala yang Kuperintahkan kepadamu dan hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan melakukan apa yang benar di mata-Ku dengan tetap mengikuti segala ketetapan dan perintah-Ku seperti yang telah dilakukan oleh hamba-Ku Daud, maka Aku akan menyertai engkau dan Aku akan membangunkan bagimu suatu keluarga yang teguh seperti yang Kubangunkan bagi Daud, dan Aku akan memberikan orang Israel kepadamu. Dan untuk itu Aku akan merendahkan keturunan Daud, tetapi bukan untuk selamanya." - 1 Raja-Raja 11:37-39
Jadi Yerobeam diangkat untuk menjadi penyeimbang (check and balance) sekaligus menjadi alat didikan bagi keturunan Daud dan hal itu tidak untuk selamanya, karena pada waktunya Tuhan berencana menyatukan kembali kerajaan Israel. Dalam dunia perpolitikan modern, Yerobeam adalah semacam oposisi bagi keluarga Daud, penguasa yang ditetapkan Tuhan melalui perjanjian kekal.
Dengan demikian, sekalipun Yerobeam adalah mayoritas dengan jumlah 10 suku dan wilayah kekuasaan yang lebih luas, namun statusnya adalah oposisi bagi kerajaan Yehuda yang hanya 2,5 suku di selatan Israel.
Kepada Yerobeam pun Tuhan menetapkan janji dan syarat, yakni untuk Yerobeam berlaku benar sesuai dengan apa yang telah Tuhan tetapkan dan perintahkan sehingga keluarga Yerobeam akan memperoleh kedudukan yang sama teguhnya dengan kedudukan keluarga Daud.
Going Astray
Sayangnya apa yang diharapkan dari Yerobeam sama sekali bertolak belakang. Yerobeam melakukan hal yang jauh lebih mengerikan daripada apa yang dilanggar Salomo. Ia membuat dua patung lembu emas, mendirikan kuil-kuil berhala dan menetapkan hari keagamaan yang asing bagi seluruh rakyatnya.
Apa yang menyebabkan Yerobeam nekad melakukan kegilaan itu? Karena ia takut jika suatu saat rakyatnya kembali kepada keluarga Daud dan tidak lagi mau mengakuinya sebagai raja atas Israel. Sebab sekalipun bangsa itu terbelah dua, seluruh rakyat masih beribadah di Bait Suci di Yerusalem sesuai dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan Tuhan.
Bahkan ketika seorang nabi dari Yehuda diutus untuk menegur Yerobeam sehingga mezbah berhala terbelah dan tangan Yerobeam menjadi kaku, hal itu pun tidak membuat Yerobeam bertobat dan berbalik kepada Tuhan,
"Sesudah peristiwa inipun Yerobeam tidak berbalik dari kelakuannya yang jahat itu, tetapi mengangkat pula imam-imam dari kalangan rakyat untuk bukit-bukit pengorbanan. Siapa yang mau saja, ditahbiskannya menjadi imam untuk bukit-bukit pengorbanan. Dan tindakan itu menjadi dosa bagi keluarga Yerobeam, sehingga mereka dilenyapkan dan dipunahkan dari muka bumi." - 1 Raja-Raja 13:33-34
Spirit Yerobeam Yang Menghalalkan Segala Cara
Jadi spirit Yerobeam adalah segala upaya jahat untuk bisa memperoleh ataupun mempertahankan kekuasaan, sekalipun usaha itu sesungguhnya melanggar bukan saja norma-norma, tapi juga nilai-nilai yang benar dari berbangsa dan bernegara.
Sebagai contoh yang paling nyata adalah apa yang terjadi di bangsa ini. Melalui gerakan makar #2019gantipresiden dan kumandang nilai-nilai (agama) Khilafah demi bisa mempertahankan ataupun merebut kekuasaan jelas-jelas bertentangan sepenuhnya dengan dasar negara Pancasila dan nilai toleransi serta keberagaman dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Contoh lainnya adalah apa yang terjadi di Amerika Serikat saat ini, yakni cara-cara oposisi di sana, terutama dari kubu partai Demokrat dan sayap kirinya melawan pemerintahan Presiden Trump dengan memperjuangkan nilai-nilai yang salah seperti hak / legalisasi aborsi, legalisasi LGBT, dan sebagainya. Hal-hal itu merupakan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai kekristenan yang menjadi dasar berdirinya negara tersebut.
Bisakah kita bayangkan, betapa sesatnya para pemimpin oposisi itu yang membangun persepsi bahwa Aborsi dianggap sebagai faktor pendukung meningkatnya ekonomi individual di Amerika Serikat? Karena mereka menganggap dengan adanya aborsi maka beban ekonomi masing-masing keluarga menjadi lebih ringan. Padahal peningkatan ekonomi mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara lain yang jauh lebih relevan.
Perhatikan polanya, baik itu gerakan makar, isu (agama) Khilafah, hak / legalisasi aborsi, legalisasi LGBT, semua merupakan "dua lembu emas" oposisi yang sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai sejati dari masing-masing negara, yang terus dihembuskan secara masif oleh pihak-pihak oposisi untuk merebut kekuasaan dengan cara yang mengerikan.
Needing Davids
"Aku akan mengangkat satu orang gembala atas mereka, yang akan menggembalakannya, yaitu Daud, hamba-Ku; dia akan menggembalakan mereka, dan menjadi gembalanya. Dan Aku, TUHAN, akan menjadi Allah mereka serta hamba-Ku Daud menjadi raja di tengah-tengah mereka. Aku, TUHAN, yang mengatakannya." - Yehezkiel 34:23-24
"Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham." - Matius 1:1
Untuk mengimbangi ekses spirit Yerobeam ini, dibutuhkan banyak Daud sebagai pemimpin, yakni orang yang tahu menyikapi kekuasaan dengan benar dan wajar. Semakin banyak Daud dalam sebuah wilayah atau negara, akan semakin besar kesejahteraan dan semakin kokoh keberadaan negara tersebut.
Tuhan tetap menggunakan Daud sebagai standar ideal pemimpin sebuah bangsa atau sebuah kerajaan, termasuk ketika Yerobeam ditunjuk menjadi raja atas Israel utara. Berikut adalah karakter-karakter seorang Daud:
1. Ia mengenal Tuhan dan perjanjian-Nya, baik terhadap bangsanya maupun terhadap dirinya. Yang diandalkan Daud ketika menghadap Goliat adalah perjanjian Tuhan dengan Abraham dalam sunat. Itu sebabnya di awal pertemuan, Daud menegur Goliat dan bangsanya Filistin sebagai keturunan yang tak bersunat. Sama halnya di Indonesia, bahwa Sumpah Pemuda, Pancasila dan berbagai nilai kebangsaan kita merupakan perjanjian yang sah di mata Tuhan, mulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
2. Ia mendengar dan memahami rakyatnya, kekuasaan yang diperoleh bukanlah kesempatan untuk memuliakan dirinya sendiri, melainkan kehormatan untuk melayani Tuhan dan rakyatnya dengan sebaik-baiknya.
3. Ia tidak represif, bahkan ketika anaknya memberontak dan mengadakan kudeta, Daud memilih menyingkir hingga Tuhan memutuskan siapa yang berhak berkuasa saat itu. Daud tidak pernah menganggap bahwa kekuasaan adalah miliknya, sekalipun ia adalah raja yang diurapi. Ia percaya kepada Tuhan dan ia menyerahkan kekuasaan itu kepada Tuhan sampai Tuhan sendiri yang menentukan apa yang terbaik baginya.
4. Ia tahu dan paham bagaimana mengembalikan dan mentransfer kekuasaan dengan benar,
"Salomo sekarang duduk di atas takhta kerajaan; juga pegawai-pegawai raja telah datang mengucap selamat kepada tuan kita raja Daud, dengan berkata: Kiranya Allahmu membuat nama Salomo lebih masyhur dari pada namamu dan takhtanya lebih agung dari pada takhtamu. Dan rajapun telah sujud menyembah di atas tempat tidurnya, dan beginilah katanya: Terpujilah TUHAN, Allah Israel, yang pada hari ini telah memberi seorang duduk di atas takhtaku yang aku sendiri masih boleh saksikan." - 1 Raja-Raja 1:46-48
Ketiga hal sebelumnya mungkin banyak yang memiliki, namun hal yang satu ini saya tidak yakin ada dimiliki bahkan oleh seorang pemimpin hebat sekalipun. Daud sujud menyembah kepada Salomo disaksikan oleh para pegawainya. Ini sebuah pernyataan yang murni bahwa kekuasaan hanyalah milik Tuhan, dan kita sekedar dititipkan sampai pada waktunya kita harus menyerahkan kepada yang dikehendaki-Nya.
Tugas Gereja
Saya pikir harus ada cara pandang yang diubah dari kita sebagai Gereja. Bahwa Gereja bukanlah dipanggil untuk berkuasa, melainkan penguasa yang terpanggil untuk memerintah sesuai dengan kehendak Tuhan.
Dan untuk menghasilkan banyak Daud, maka Gereja perlu memerankan dirinya sebagai Samuel, yakni tokoh yang mengenal, mendengar dan memahami Tuhan dan kehendak-Nya, sehingga pada waktunya dibangkitkan para Daud yang menjadi saluran bagi kemuliaan Tuhan dinyatakan atas bangsa ini. Sama seperti Samuel yang lahir dari seorang Hannah yang artinya anugerah, demikian juga Gereja yang lahir karena anugerah dan di zaman anugerah.
Samuel adalah king maker yang menyaksikan bagaimana terpuruknya Israel di bawah kekuasaan keluarga imam Eli yang korup, sekaligus melihat kemuliaan Israel yang akan datang di bawah kekuasaan raja Daud sekalipun saat Daud menjadi raja, Samuel telah tiada.
Samuel tetap berlaku bersih baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan rakyat Israel, bahkan sampai kematiannya Samuel tetap tidak menceritakan kejahatan keluarga imam Eli.
Itu sebabnya Samuel menjadi nabi yang mengurapi dua raja sekaligus dalam masa tugasnya, Saul yang jahat di mata Tuhan dan Daud yang dikenan di hati Tuhan. Begitu juga Gereja memiliki kuasa untuk melahirkan pemimpin entah itu yang benar maupun yang jahat.
Jika Gereja di Indonesia tidak serius dan waspada dalam menyikapi ekses spirit Yerobeam ini, cepat atau lambat penghukuman Tuhan akan menimpa. Selama Gereja berperan sebagai Samuel yang benar, maka akan terus ada Daud dalam setiap masa pemerintahan negeri ini. Namun jika Gereja berlaku korup dan hina baik di hadapan mezbah Tuhan maupun di luar mezbah, maka Yerobeam atau bahkan Nebukadnezar akan dibangkitkan untuk menghakimi.
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!