"Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: 'Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.' Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: 'Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.'" - Matius 16:23-28
Ketika Yesus telah memastikan bahwa murid-murid-Nya tahu bahwa Ia adalah Sang Mesias, maka yang berikutnya dilakukan adalah Ia memberi tahu mengenai panggilan, impian dan takdir-Nya sebagai Sang Mesias secara lengkap kepada mereka semua, yakni bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.
Masalahnya adalah ternyata para murid, terutama Simon Petrus telah memiliki konsepnya sendiri mengenai siapa seharusnya Mesias dan memaksakan konsep mereka sendiri kepada Tuhan, dan BUKAN mencari tahu siapa sebenarnya Mesias. Maka ketika ia dengan begitu yakinnya menegor Yesus, apalagi sebelumnya ia sudah disebut sebagai batu karang yang teguh, kali berikutnya Yesus harus menghardiknya dengan sangat keras, dan menyebutnya sebagai batu sandungan.
Sabotase Jiwa
Tindakan Simon Petrus kali ini merupakan sandungan atau sabotase jiwa karena telah mulai berusaha menghambat rencana Bapa secara keseluruhan. Dan hal ini sering kali terjadi dalam romantika Tuhan dengan umat pilihan-Nya. Apa yang selama ini kita pikir baik, apa yang selama ini kita pikir layak dan pantas, apa yang selama ini kita pikir patut dan sudah seharusnya, ternyata itulah yang sering kali menyusahkan Tuhan untuk menjalankan semua rencana kehendak-Nya dalam hidup setiap anak-anak-Nya.
"Orang Kristen seharusnya begini."
"Pernikahan seharusnya begitu."
"Pelayanan seharusnya begini."
"Gereja seharusnya begitu."
Dan seterusnya, sehingga kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita sedang mendikte Tuhan dengan konsep kita. Padahal seharusnya kita perlu meminta Tuhan memaksakan seluruh kehendak dan rencana-Nya supaya tidak ada yang gagal melalui hidup kita. Sebab secara manusiawi, pemikiran Tuhan sering kali merupakan sandungan bagi kemanusiawian kita. Sedangkan secara ilahi, pemikiran manusia adalah sandungan bagi Tuhan.
Lebih lanjut, masih dalam keberatan-Nya untuk bergerak cepat dalam kehendak Bapa, maka Yesus menekankan bahwa penyangkalan diri, terutama penyangkalan jiwa, termasuk cara berpikir kita harus segera ditanggalkan dengan cara memikul salib. Ini memang proses pembelajaran seumur hidup, dan tidak bisa dalam sepuluh atau dua puluh kejadian saja.
Di 2016 ini Tuhan untuk kesekian kalinya akan menarik Gereja-Nya secara paksa dan agak ekstrim dan umat-Nya akan mengalami revolusi cara berpikir yang tak pernah dipikirkan sebelumnya. Akan terjadi penggenapan 1 Korintus 2:9 bagi kita yang begitu mengasihi-Nya dan terus memiliki haus dan lapar akan Tuhan. Gereja harus bersiap walaupun sesungguhnya sudah lama terlena dengan pola pikir yang ada, namun apa yang sedang dan akan terus diperbuat Tuhan, sungguh semakin melampaui segala akal.
Kegerakan Tuhan di Akhir Zaman tidak lagi harus menyesuaikan sistem yang selama ini dipaksakan oleh organisasi Gereja. Selera-Nya, urgensi-Nya dan Kerajaan-Nya adalah yang paling utama dan prioritas di atas segalanya. Semakin fleksibel orang tersebut bagi Tuhan, maka semakin mudah Tuhan memberikan pewahyuan-pewahyuan yang baru setiap harinya. Jadi berilah ruang seluas-luasnya bagi Roh Kudus-Nya dan jangan pernah batasi Beliau untuk beracara, bagaimanapun unik cara-Nya itu.
Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga? Waktu itu suara-Nya menggoncangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: "Satu kali lagi Aku akan menggoncangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga." Ungkapan "Satu kali lagi" menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan.