Alfabet Tet merupakan abjad ke-9 dalam Alfabet Ibrani. Angka 9 sendiri merupakan puncak atau kulminasi dari sebuah proses atau sebuah perjalanan. Itu sebabnya akhir yang diharapkan dari puncak perjalanan orang percaya di dalam Kristus Yesus di dunia adalah kesembilan buah roh (Galatia 5:22).
Begitu juga kata Ibrani pertama di Alkitab yang diawali Alfabet Tet adalah TOV (טוֹב) yang berarti baik (good). Hampir semua kebaikan ada pada akhir tiap-tiap proses penciptaan dunia ini di Enam Hari Penciptaan pada Kitab Kejadian pasal 1.
Namun akhir dari sebuah proses atau suatu perjalanan tidak selalu berakhir dengan baik. Secara umum selalu ada dua kemungkinan dari sebuah hasil akhir, entah baik atau buruk, benar atau salah, sukses atau gagal, dan seterusnya.
Itu sebabnya kata TAHORAH (טוֹהַר) yang berarti kemurnian atau kesucian (purity) dan kata TUMAH (טוּמאָה) yang berarti kenajisan atau kecemaran (impurity) merupakan sebuah hasil akhir dari sebuah proses atau suatu perjalanan yang sama-sama diawali dengan alfabet Tet.
Jadi Alfabet Tet memiliki dua makna yang kontras dalam satu abjad ini, sementara Alfabet Ibrani yang lain tidak memiliki dua makna yang kontras seperti Alfabet Tet. Itu sebabnya Alfabet Tet merupakan paradoks.
Sama seperti Alfabet Chet (Alfabet Ibrani ke-8) yang terdiri dari Alfabet Vav (Alfabet Ibrani ke-6, lambang manusia) dan Alfabet Zayin (Alfabet Ibrani ke-7, lambang Manusia Kristus) dalam satu chuppah atau kuk, begitu juga Alfabet Tet juga terdiri dari Vav dan Zayin.
Sama seperti Alfabet Chet (Alfabet Ibrani ke-8) yang terdiri dari Alfabet Vav (Alfabet Ibrani ke-6, lambang manusia) dan Alfabet Zayin (Alfabet Ibrani ke-7, lambang Manusia Kristus) dalam satu chuppah atau kuk, begitu juga Alfabet Tet juga terdiri dari Vav dan Zayin.
Jadi sementara Chet menggambarkan awal perjalanan kita sebagai orang percaya di dalam Kristus Yesus, yakni sebagai ciptaan yang baru, maka Tet menggambarkan hasil akhir perjalanan tersebut, yang seharusnya masing-masing kita menjadi manusia baru yang tunduk seutuhnya terhadap Kristus.
Namun jika akhir perjalanan tersebut tidak berakhir seperti yang seharusnya, yakni ciptaan baru kembali menjadi manusia lama, maka orang tersebut tetap berakhir di bawah hukum dosa, yang dalam hal ini digambarkan dengan (ekor) ular.
Itu sebabnya ketika Tuhan mengatakan kepada bangsa Israel mengenai berbagai persyaratan untuk menikmati hidup yang diberkati, rinciannya sebagai berikut,
"TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." - Ulangan 28:13-14
Jadi ternyata kata kepala bukan sekedar mengacu kepada peran pemimpin, dan kata ekor bukan sekedar mengacu kepada peran pengikut. Kata kepala dan kata ekor dalam pesan tersebut mengacu pada hasil akhir perjalanan hidup kita di hadapan Tuhan, apakah kita berakhir baik, kudus, murni, berbuah-buah roh, Tahorah (pure) atau kita berakhir jahat, cemar, najis, tidak berbuah roh, Tumah (impure).
Dan Tuhan menjabarkannya dengan sangat gamblang jika ingin mengalami hidup yang diberkati dan berakhir menjadi kepala, menjadi terus naik dan tidak turun, yakni dengan setia menaati semua perintah dan petunjuk-Nya tanpa adanya penyimpangan.
Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!