"Maka berkatalah Abram kepada Lot: 'Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat. Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri.' ... Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota Lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom. ... Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: 'Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu.'" - Kejadian 13:8-17
Sejak awal pertama kali Allah mengajak Abraham pergi keluar dari keluarganya, ia tidak pernah tahu ke arah mana ia harus tuju. Sebab Allah hanya memerintahkan untuk keluar tanpa menyebut suatu destinasi sama sekali. Menariknya adalah ketika Abraham merelakan egonya sendiri terhadap Lot, yang adalah keponakan sekaligus orang yang lebih muda daripada dirinya, Tuhan bukan saja menyingkapkan destinasi tersebut, melainkan juga langsung memasukkan Abraham ke dalam detil pelaksaan destinynya, yakni menjalani negeri menurut panjang dan lebarnya.
Ceritanya dapat berbeda, jika Abraham dengan senioritasnya memilih lebih dahulu ke arah mana yang ia mau tuju dan menentukan bagi Lot ke arah yang berlawanan, maka sampai kapanpun Allah takkan pernah menyingkapkan destiny sekaligus "job desc"-nya kepada Abraham. Malahan semua rencana Allah atas dirinya dapat gugur total jika Abraham memutuskan ke Lembah Yordan. Apakah atau siapakah Lot itu? Dalam hal ini, sikap atas Lot berbicara tentang kebanggaan kita, kebenaran diri sendiri, pekerjaan, jabatan, hobi, bahkan cita-cita dan pelayanan kita yang sesungguhnya Tuhan tidak berkenan untuk kita teruskan.
Tanpa sikap penghambaan yang sedemikian rupa dari Abraham terhadap Lot, tidak akan mungkin Allah mau menyingkapkan apa-apa yang harus dilakukan supaya Abraham memperoleh apa yang sudah disediakan dan dijanjikan Allah kepadanya. Pertanyaannya, masih adakah Lot yang harus kita relakan atau yang harus kita pisahkan, yang membuat kita masih belum menemukan apa yang sesungguhnya Tuhan sudah persiapkan bagi kita? Sampai kapan Tuhan masih harus bersabar dengan kelambanan hati kita dalam waktu yang sudah semakin singkat ini?
Lembah Yordan Akan Selalu Tampak Lebih Menarik, Namun Di Kanaan Terdapat Maksud Hati-Nya
kaa.. bagaimana caranya mengetahui destiny yg sudah Tuhan sediakan buat kita?
ReplyDeleteShalom Ribka Elizabeth,
DeleteJalan terbaik mengetahui destiny kita masing-masing adalah kejar Roh Kudus, cari tahu tentang diri kita di hadapan Tuhan, terutama semua kebebalan dan kelemahan kita.
Langkah berikutnya adalah meminta Tuhan dengan tulus supaya Ia memaksakan kehendak-Nya jadi genap dalam hidup kita. Dan apapun didikan yang Ia berikan dalam hidup kita, harus kita terima dengan kerelaan dan kesetiaan.
Dengan dua langkah utama itu, kamu punya modal besar untuk mengetahui dan menjalani destiny kamu.
om blh minta email om gak? saya merasa ingin cerita sesuatu yg sudah menjadi beban hati saya selama ini. tapi tidak bisa disini. thanks om :)
ReplyDelete