"Sebab itu raja Darius membuat surat perintah dengan larangan itu. Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. Lalu orang-orang itu bergegas-gegas masuk dan mendapati Daniel sedang berdoa dan bermohon kepada Allahnya." - Daniel 6:10-12
Dengan tingkat kecerdasaannya yang luar biasa, tentu Daniel memahami ancaman, akibat dan bahaya dari surat perintah dengan larangan itu. Namun Daniel memiliki rasa takut akan Tuhan bahkan ia mengasihi Tuhan sedemikian rupa sehingga ia tetap berlutut berdoa dan memuji Elohai Yang Hidup tiga kali sehari tanpa setitikpun rasa khawatir. Namun gilanya adalah mengapa Daniel tetap melakukan hal itu dengan keadaan tingkap-tingkap yang terbuka? Ia seperti sedang melakukan sebuah pertunjukan yang jelas-jelas akan membahayakan nyawanya sendiri. Padahal penyembahan tersebut dapat tetap ia lakukan dengan lebih bijaksana dengan memilih tempat yang lebih tersembunyi sehingga ketaatan dan kesetiaannya itu tidak perlu mengundang Sang Maut dalam hidupnya.
Begitu pula dengan Rasul Paulus ketika ia tahu bahwa kehadirannya di Yerusalem akan membahayakan nyawanya, namun hati dan pikirannya sudah terpikat cinta kepada Tuhan, maka responnya begitu luar biasa:
"Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." - Kisah Para Rasul 20:22-24
Rasul Paulus sadar bahwa penjara dan sengsara telah begitu merindukannya di Yerusalem, namun ia tetap pergi ke sana, sebab ia sadari benar bahwa hidupnya bukan dirinya lagi. Namun inipun adalah keekstriman versi lainnya. Sebab ketika ada pilihan yang lebih aman dan lebih bijaksana, kita bukan lagi berhadapan dengan manusia, melainkan dengan Tuhan sendiri. Situasi-situasi seperti ini adalah kesempatan bagi kita untuk meyakinkan Tuhan bahwa Ia tidak salah memilih kita menjadi umat kesayangan dan milik pusaka-Nya nan luhur.
Adapun Rut yang menjadi begitu makmur dan termasyhur karena tekad baja dan kesetiaannya terhadap Naomi:
"Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!" - Rut 1:16-17
Apa untungnya terus mengikuti Naomi? Padahal peluang Rut untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari lelaki lain masih terbuka amat lebar. Inipun keekstriman yang lain lagi. Saking ekstrimnya Tuhan mengganjar tidak tanggung-tanggung dengan memasukkan Rut, yang notabene adalah bagian dari bangsa yang terkutuk, menjadi bagian yang teristimewa sebagai nenek moyang Tuhan Yesus Kristus. Tidakkah Tuhan langsung jatuh cinta dengan keekstriman semacam ini?
Lain lagi dengan Elisa, ketika ia harus menghadapi bukan lagi orang lain, melainkan tuan (guru)nya sendiri:
"Menjelang saatnya TUHAN hendak menaikkan Elia ke sorga dalam angin badai, Elia dan Elisa sedang berjalan dari Gilgal. Berkatalah Elia kepada Elisa: 'Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Betel.' Tetapi Elisa menjawab: 'Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.' Lalu pergilah mereka ke Betel. ... Berkatalah Elia kepadanya: 'Hai Elisa, baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Yerikho.' Tetapi jawabnya: 'Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.' Lalu sampailah mereka di Yerikho. ... Berkatalah Elia kepadanya: 'Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke sungai Yordan.' Jawabnya: 'Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.' Lalu berjalanlah keduanya. ... Ketika rombongan nabi yang dari Yerikho itu melihat dia dari jauh, mereka berkata: 'Roh Elia telah hinggap pada Elisa.' Mereka datang menemui dia, lalu sujudlah mereka kepadanya sampai ke tanah." - 2 Raja-Raja 2:1-15
Tiga kali, tanpa sadar Elia telah berusaha melemahkan iman Elisa, belum lagi ketakutan-ketakutan yang sengaja diciptakan oleh para rombongan nabi itu. Namun Elisa tetap mengikuti Elia tanpa mengetahui kapan perjalanan tuannya akan berakhir. Bahkan seharusnya Elisa memiliki alasan untuk kecewa terhadap Elia, sebab demi mengikuti Elia, Elisa telah menanggalkan semua kehidupan dan kenyamanannya selama puluhan tahun. Sungguh berat ketika dari mulut Elia muncul kata-kata yang begitu mematikan, namun justru di saat itulah iman Elisa jauh lebih besar daripada tuannya. Ia tidak lagi memandang tuannya, melainkan memandang Tuan di atas segala tuan. Dan sejak saat itu ia mengalami Pembalikkan Keadaan, mewarisi hak kesulungan dan menuntaskan destiny yang sudah digariskan baginya.
Dalam perjalanan kita bersama dengan-Nya, akan ada satu titik dimana siapapun akan meninggalkan kita, siapapun akan menahan kita, siapapun akan bahkan berkhianat kepada kita. Hingga di titik itu hanya ada kita dengan Tuhan. Pada saat itu, kita harus memilih, apakah kita mau terus atau mau berhenti. Dan jika kita bertekad untuk terus, maka titik tujuan berikutnya adalah titik dimana hanya ada Tuhan dan diri keakuan kita telah tiada. Pada titik inilah dunia hanya dapat melihat kemuliaan-Nya di dalam kerangka kehidupan kita.
Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih, lebih sedikit lagi yang ditetapkan, dan lebih sedikit lagi yang setia. Namun yang paling sedikit adalah yang didapati berkenan di hati-Nya.
Kita dipanggil bukan untuk menari di hadapan gegap gempita dan sorak sorai panggung dunia, melainkan untuk menari di atas gelombang-gelombang dahsyat.
Thanks bang windhu, saya sangat diberkati dengan tulisan ini. Cara menulisnya gamblang dan jelas. Dapat talenta dari Tuhan dibidang tulis menulis rupanya :-)
ReplyDeleteSebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih, lebih sedikit lagi yang ditetapkan, dan lebih sedikit lagi yang setia. Namun yang paling sedikit adalah yang didapati berkenan di hati-Nya. thanx u atas kalimat ini bro, semoga kita dapat mencapai garis akhir dengan baik bro, GBU
ReplyDeleteAku sangat terberkati dengan artikelnya ijin share di blog aku :)
ReplyDeleteAdakah imanku ditemukan seperti Daniel,Rasul Paulus,Elisa,Ruth ketika Yesus datang ke 2 kali ? Tantangan hidupku.
ReplyDelete