"Mereka menggusarkan Dia dekat air Meriba, sehingga Musa kena celaka karena mereka; sebab mereka memahitkan hatinya, sehingga ia teledor dengan kata-katanya." - Mazmur 106:32-33
"Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: 'Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?' Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: 'Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.' Itulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka." - Bilangan 20:10-13
Di Meriba, Musa harus menelan pil pahit akibat kepahitan hatinya yang terpancar dari ucapannya di hadapan hadirat Tuhan. Jerih payah usahanya memimpin bangsa yang tegar tengkuk tidak bisa membatalkan keputusan Tuhan yang melarangnya masuk Tanah Perjanjian, sungguh tragis! Memang Musa memperoleh keistimewaan dalam hubungannya dengan Tuhan, sebab ia berbicara dengan Tuhan dengan cara muka berhadapan dengan muka. Dan itulah sebabnya Tuhan memberikan tuntutan yang amat berat ketika sebuah keteledoran terjadi karena ucapannya. Beruntunglah Musa, karena kedigdayaan rohaninya, ia bertobat dan tetap melaksanakan tugas hingga bagian terakhirnya, yakni di tepi batas Tanah Perjanjian, karena perjalanan masuk Tanah Perjanjian sudah diserahkan kepada Yosua.
Namun apa yang dialami Musa dalam perkara tersebut memberikan pesan pelajaran yang amat penting bagi kita semua, Gereja dan Pasukan-Nya di Akhir Zaman. Bahwa menjadi pahit merupakan pilihan yang amat fatal karena akibatnya adalah tidak bisa masuk Kerajaan Sorga. Menjadi pahit lebih buruk daripada menjadi beku dan menjadi letih. Akibat dari kepahitan adalah mendendam dan tidak bisa mengampuni. Dan tidak mengampuni merupakan dosa terberat kedua setelah dosa menghujat Roh Tuhan. Orang yang menjadi pahit akan membela egonya lebih buruk daripada orang yang beku dan letih. Ia juga akan mengasihani dirinya jauh lebih kuat daripada orang yang beku dan yang letih.
Kepahitan bukan sekedar menghentikan langkah kita untuk terus berjalan dalam rencana dan kehendak Tuhan, melainkan juga menghentikan anugerah dan kasih karunia Tuhan untuk masuk ke dalam hidup kita. Sedangkan tidak mau mengampuni merupakan bentuk pelanggaran yang amat berat karena mengingkari kemampuan anugerah Tuhan menanggulangi beban hati kita. Dan satu-satunya jalan untuk lepas dari kepahitan adalah dengan membuka diri terhadap kesembuhan yang dari Tuhan.
Di Akhir Zaman ini, nasib bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia makin menjadi perebutan antara Kerajaan Tuhan melalui Gereja-Nya dengan kerajaan Iblis dan Antikristusnya. Kita yang bertugas di garis terdepan menahan semaksimal mungkin kuasa Antikristus, hendaknya memperhatikan serta mengawasi hati dan pikiran kita sendiri dengan tuntunan Roh Kudus-Nya.
Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.