Temukan Gairah-Nya
Berbicara mengenai berpalingnya wajah Tuhan kepada kita, sungguh mempengaruhi kehidupan kita. Kita juga perlu tahu bahwa Tuhan memalingkan wajah-Nya kepada kita dengan gairah-Nya. Dan gairah-Nya timbul sebagai akibat dari sikap kita sendiri. Jadi sesungguhnya, sikap kita bisa mempengaruhi gairah-Nya naik atau turun.
Dan sepanjang pelayan Tuhan Yesus di dunia, ada saat di mana gairah-Nya "padam". Tuhan Yesus yang begitu penuh passion pernah tertidur di sebuah perahu yang Ia tumpangi bersama-sama para murid-Nya sebelum angin ribut datang dan akhirnya diredakan.
Cerita tersebut ada di ketiga Injil (Matius 8, Markus 4 dan Lukas 8). Dan ketiga cerita yang sama ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda di tiap Injil. Di Markus 4 cerita sebelumnya adalah perumpamaan tentang biji sesawi. Pada ayat 33 dikatakan bahwa dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Tuhan memberitakan firman sesuai dengan pengertian mereka. Dari sini kita ketahui bahwa Tuhanlah yang menyesuaikan diri-Nya dengan pengertian pendengar-Nya. Hal pertama yang menyurutkan gairah-Nya adalah ketika kita menuntut Tuhan untuk mengerti kita, daripada merelakan hati kita untuk mengerti hati-Nya.
Kita sering berkata bahwa Tuhan pasti mengerti isi hati kita. Mungkin itu sebabnya kita jarang berdoa, jarang komunikasi dengan-Nya, karena merasa Tuhan pasti tahu maunya kita, kemampuan kita, keterbatasan kita, dan seterusnya. Tapi kita tidak pernah mencari tahu apa mau-Nya, apa kehendak-Nya, apa selera-Nya dalam setiap aspek. Lebih tragis lagi bahwa kita sepertinya menjejalkan semua pengertian kita kepada-Nya. Dan sungguh hal ini sangat melelahkan hati-Nya dan memadamkan gairah-Nya. Sehingga wajah-Nya tersembungnyi bagi kita.
Cerita yang sama di Matius 8, dilatarbelakangi dengan kisah tentang hal mengikut Yesus. Seorang ahli taurat datang dan berkata, "Guru, aku akan mengikuti Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Namun respon Tuhan Yesus malah kelihatan aneh, "Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
Mengapa Tuhan Yesus tidak bisa meletakkan kepala-Nya. Apakah Dia tidak bisa tidur? Sedemikian sibuknya sehingga tidak bisa beristirahat? Sedangkan saat angin badai datang, Tuhan Yesus dapat tidur dengan nyenyak sekali. Serigala mempunyai liang maka disebut liang serigala. Burung mempunyai sarang maka disebut sarang burung. Tempat manakah yang seharusnya disebut tempatnya Tuhan, sehingga Tuhan bisa meletakkan kepala-Nya? Bukankah tubuh kita ini adalah bait Allah. Dan Dia seharusnya adalah kepala dari bait-Nya. Tapi ternyata kepala-Nya tidak bisa diletakkan karena masih ada kepala kita. Kita sering kali menjadi tuan atas diri kita sendiri, padahal Dialah Sang Kepala. Dan inilah hal yang menyurutkan gairah-Nya dan menyulitkan kita mendapati wajah-Nya.
Lukas 8, kisah angin ribut diredakan dilatarbelakangi dengan 3 ayat singkat yang menceritakan tentang datangnya Ibu dan saudara-saudara kandung Tuhan Yesus. Mereka kesulitan mendekati Tuhan Yesus karena sedemikian banyaknya orang yang mengerumuni Dia. Ketika ada orang yang memberitahukan perihal tersebut kepada Tuhan Yesus, respon-Nya pun tidak biasa. Tuhan Yesus tidak langsung menemui dan menyambut keluarga-Nya, melainkan berkata bahwa Ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya ialah mereka yang mendengarkan dan melakukan firman Allah.
Respon tersebut sepertinya terkesan ngeyel dan belagu banget. Tapi ketahuilah bahwa sering kali kita merasa dengan Tuhan sudah seperti keluarga. Namun sikap dan tingkah kita justru sering kali tidak sejalan dengan-Nya. Tapi kita tidak sadar bah hal itu salah, karena "merasa family" dengan Tuhan. Coba kita bayangkan, ada seorang kaya memiliki sebuah perusahaan besar. Orang tersebut memiliki ibu dan saudara-saudara kandung. Kebetulan mereka ikut dalam kegiatan operasional perusahaan. Namun pandangan dan tindakan mereka sering kali bertentangan dengan sang pemilik perusahaan. Dan akhirnya malah menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut. Sementara ada beberapa di antara para pegawainya, yang hanya sebatas hubungan kerja profesional, selalu dapat menyukakan hati bosnya dengan prestasi mereka. Menurut Anda, manakah yang lebih dihargai dan dihormati? Keluarganya atau pekerja-pekerjanya?
Lukas 8:21 dalam terjemahan The Message ditulis demikian:
He replied, "My mother and brothers are the ones who hear and do God's Word. Obedience is thicker than blood."
Ada kalimat tambahan yang menyatakan bahwa ketaatan lebih kental daripada darah. Kita ketahui ada pepatah Cina yang mengatakan, "Darah lebih kental daripada air." Yang artinya menunjukkan bahwa biasanya orang lebih mendahulukan atau memprioritaskan hubungan keluarga daripada yang bukan keluarga dalam berbagai hal. Namun Tuhan Yesus memiliki standar yang berbeda. Ketaatan dan kesetiaan kitalah yang menjadi ukuran bagi-Nya.
Jadi kesimpulannya adalah untuk mengalami prosperity, kita harus sadari bahwa berkat Tuhan bukanlah hal-hal materi semata, melainkan perkenanan hati-Nya dan pancaran wajah-Nya. Hal ini hanya bisa kita dapatkan melalui kepedulian dan pengenalan akan pribadi-Nya di atas kepentingan diri kita sendiri. Remember, when we are faithful, prosperity is the very next deal. Jatah itu datangnya tepat waktu, namun kelimpahan datangnya segera.
(End)
Berbicara mengenai berpalingnya wajah Tuhan kepada kita, sungguh mempengaruhi kehidupan kita. Kita juga perlu tahu bahwa Tuhan memalingkan wajah-Nya kepada kita dengan gairah-Nya. Dan gairah-Nya timbul sebagai akibat dari sikap kita sendiri. Jadi sesungguhnya, sikap kita bisa mempengaruhi gairah-Nya naik atau turun.
Dan sepanjang pelayan Tuhan Yesus di dunia, ada saat di mana gairah-Nya "padam". Tuhan Yesus yang begitu penuh passion pernah tertidur di sebuah perahu yang Ia tumpangi bersama-sama para murid-Nya sebelum angin ribut datang dan akhirnya diredakan.
Cerita tersebut ada di ketiga Injil (Matius 8, Markus 4 dan Lukas 8). Dan ketiga cerita yang sama ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda di tiap Injil. Di Markus 4 cerita sebelumnya adalah perumpamaan tentang biji sesawi. Pada ayat 33 dikatakan bahwa dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Tuhan memberitakan firman sesuai dengan pengertian mereka. Dari sini kita ketahui bahwa Tuhanlah yang menyesuaikan diri-Nya dengan pengertian pendengar-Nya. Hal pertama yang menyurutkan gairah-Nya adalah ketika kita menuntut Tuhan untuk mengerti kita, daripada merelakan hati kita untuk mengerti hati-Nya.
Kita sering berkata bahwa Tuhan pasti mengerti isi hati kita. Mungkin itu sebabnya kita jarang berdoa, jarang komunikasi dengan-Nya, karena merasa Tuhan pasti tahu maunya kita, kemampuan kita, keterbatasan kita, dan seterusnya. Tapi kita tidak pernah mencari tahu apa mau-Nya, apa kehendak-Nya, apa selera-Nya dalam setiap aspek. Lebih tragis lagi bahwa kita sepertinya menjejalkan semua pengertian kita kepada-Nya. Dan sungguh hal ini sangat melelahkan hati-Nya dan memadamkan gairah-Nya. Sehingga wajah-Nya tersembungnyi bagi kita.
Cerita yang sama di Matius 8, dilatarbelakangi dengan kisah tentang hal mengikut Yesus. Seorang ahli taurat datang dan berkata, "Guru, aku akan mengikuti Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Namun respon Tuhan Yesus malah kelihatan aneh, "Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
Mengapa Tuhan Yesus tidak bisa meletakkan kepala-Nya. Apakah Dia tidak bisa tidur? Sedemikian sibuknya sehingga tidak bisa beristirahat? Sedangkan saat angin badai datang, Tuhan Yesus dapat tidur dengan nyenyak sekali. Serigala mempunyai liang maka disebut liang serigala. Burung mempunyai sarang maka disebut sarang burung. Tempat manakah yang seharusnya disebut tempatnya Tuhan, sehingga Tuhan bisa meletakkan kepala-Nya? Bukankah tubuh kita ini adalah bait Allah. Dan Dia seharusnya adalah kepala dari bait-Nya. Tapi ternyata kepala-Nya tidak bisa diletakkan karena masih ada kepala kita. Kita sering kali menjadi tuan atas diri kita sendiri, padahal Dialah Sang Kepala. Dan inilah hal yang menyurutkan gairah-Nya dan menyulitkan kita mendapati wajah-Nya.
Lukas 8, kisah angin ribut diredakan dilatarbelakangi dengan 3 ayat singkat yang menceritakan tentang datangnya Ibu dan saudara-saudara kandung Tuhan Yesus. Mereka kesulitan mendekati Tuhan Yesus karena sedemikian banyaknya orang yang mengerumuni Dia. Ketika ada orang yang memberitahukan perihal tersebut kepada Tuhan Yesus, respon-Nya pun tidak biasa. Tuhan Yesus tidak langsung menemui dan menyambut keluarga-Nya, melainkan berkata bahwa Ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya ialah mereka yang mendengarkan dan melakukan firman Allah.
Respon tersebut sepertinya terkesan ngeyel dan belagu banget. Tapi ketahuilah bahwa sering kali kita merasa dengan Tuhan sudah seperti keluarga. Namun sikap dan tingkah kita justru sering kali tidak sejalan dengan-Nya. Tapi kita tidak sadar bah hal itu salah, karena "merasa family" dengan Tuhan. Coba kita bayangkan, ada seorang kaya memiliki sebuah perusahaan besar. Orang tersebut memiliki ibu dan saudara-saudara kandung. Kebetulan mereka ikut dalam kegiatan operasional perusahaan. Namun pandangan dan tindakan mereka sering kali bertentangan dengan sang pemilik perusahaan. Dan akhirnya malah menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut. Sementara ada beberapa di antara para pegawainya, yang hanya sebatas hubungan kerja profesional, selalu dapat menyukakan hati bosnya dengan prestasi mereka. Menurut Anda, manakah yang lebih dihargai dan dihormati? Keluarganya atau pekerja-pekerjanya?
Lukas 8:21 dalam terjemahan The Message ditulis demikian:
He replied, "My mother and brothers are the ones who hear and do God's Word. Obedience is thicker than blood."
Ada kalimat tambahan yang menyatakan bahwa ketaatan lebih kental daripada darah. Kita ketahui ada pepatah Cina yang mengatakan, "Darah lebih kental daripada air." Yang artinya menunjukkan bahwa biasanya orang lebih mendahulukan atau memprioritaskan hubungan keluarga daripada yang bukan keluarga dalam berbagai hal. Namun Tuhan Yesus memiliki standar yang berbeda. Ketaatan dan kesetiaan kitalah yang menjadi ukuran bagi-Nya.
Jadi kesimpulannya adalah untuk mengalami prosperity, kita harus sadari bahwa berkat Tuhan bukanlah hal-hal materi semata, melainkan perkenanan hati-Nya dan pancaran wajah-Nya. Hal ini hanya bisa kita dapatkan melalui kepedulian dan pengenalan akan pribadi-Nya di atas kepentingan diri kita sendiri. Remember, when we are faithful, prosperity is the very next deal. Jatah itu datangnya tepat waktu, namun kelimpahan datangnya segera.
(End)