Flexible & Unity
Pada Masa Penggenapan Semua Janji maka Gereja diharapkan tidak bersifar kaku dan egois dengan pemikiran lamanya sendiri-sendiri. Gereja harus mampu menjadi fleksibel untuk dapat memiliki kesatuan yang kokoh. Karena Gereja terdiri dari berbagai jenis individu dan menjalankan berbagai jenis tanggung jawab di lapangan, maka sangat diharapkan setiap kita mampu bertindak sesuai dengan perannya masing-masing di berbagai situasi yang dihadapi dari waktu ke waktu. Baik itu ketika kita menjadi seorang atasan yang memimpin dengan penuh tanggung jawab, maupun sebagai bawahan yang mentaati dengan sepenuh hati. Juga baik pada saat bekerja sendirian maupun ketika bekerja bersama-sama, ada toleransi dan pengertian yang lebih besar yang diperlukan demi kesatuan dan tujuan bersama.
Keteladan & Kelalaian Yonatan
"Berkatalah Yonatan kepada bujang pembawa senjatanya itu: 'Mari kita menyeberang ke dekat pasukan pengawal orang-orang yang tidak bersunat ini. Mungkin TUHAN akan bertindak untuk kita, sebab bagi TUHAN tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang.' Lalu jawab pembawa senjatanya itu kepadanya: 'Lakukanlah niat hatimu itu; sungguh, aku sepakat.'" - 1 Samuel 14:6-7
Saul adalah orang nomor satu sebagai raja Israel pada saat itu, namun ia tidak berfungsi dengan baik karena ketakutan menghadapi musuh. Beruntunglah anaknya, Yonatan sebagai orang nomor dua tidak mengikuti sikap pemimpinnya. Di saat semua orang melihat situasi yang ada sebagai bahaya, Yonatan malah melihat sebuah peluang walaupun kelihatan kecil. Yonatan sungguh merupakan "Kuda Hitam" yang dapat diandalkan ketika Saul sebagai "Kuda Utama" tidak mampu menjalankan fungsinya.
Lebih hebatnya lagi, pembawa senjata yang menyertai Yonatan ikut sepakat dengan apa yang hendak Yonatan lakukan. Padahal pembawa senjata itu bisa saja ikut ketakutan dan khawatir karena raja mereka sudah sangat down dalam menghadapi musuh hari itu. Kata "sepakat" dalam bahasa Inggris diterjemahkan demikian: "ikut sepenanggungan dengan segenap hati & segenap jiwa."
Yonatan adalah orang nomor dua setelah Saul. Namun ia mampu bersikap fleksibel dengan mengambil alih komando utama untuk menyerang musuh ketika Saul "lumpuh" dalam komandonya. Pembawa senjata juga memahami bahwa saat itu komando utama sedang beralih dari Saul kepada Yonatan. Kesepakatan dua orang yang segenap hati dan jiwa dan ditambah dengan penyertaan Tuhan menghasilkan sebuah pembalikkan keadaan yang tak terduga. Inilah tingkat fleksibilitas dan kesatuan yang Tuhan kehendaki untuk memasuki Masa Daud & Salomo nanti.
"Maka bersiaplah Yonatan, anak Saul, lalu pergi kepada Daud di Koresa. Ia menguatkan kepercayaan Daud kepada Allah dan berkata kepadanya: 'Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu. Juga ayahku Saul telah mengetahui yang demikian itu.' Kemudian kedua orang itu mengikat perjanjian di hadapan TUHAN. Dan Daud tinggal di Koresa, tetapi Yonatan pulang ke rumahnya." - 1 Samuel 23:16-18
Daud akan menjadi raja atas Israel menggantikan Saul, dan pada saat itu Yonatan bahkan tahu bahwa destiny-nya adalah menjadi orang nomor dua di bawah Daud kelak. Lebih menakjubkan lagi bahwa Saul pun mengetahui hal ini. Jadi di atas kertas, destiny Yonatan kelihatan pasti akan terpenuhi sampai ke garis akhir dengan kuat karena ada jaminan bahkan "restu" dari Saul sendiri. Namun ketika Daud ada di lapangan, Yonatan tidak ikut menyertainya melainkan kembali ke istana bersama dengan Saul. Maka jaminan itu pun menjadi sia-sia.
Tuhan menghendaki setiap kita Gereja-Nya untuk terus ada di lapangan, di ladang-Nya atau di mana pun yang Dia kehendaki dan tidak memilih perhentian apalagi kenyamanan dalam situasi yang sudah semakin singkat dan kritis ini. Karena sewaktu-waktu hari penggenapan itu terjadi, maka hanya yang siap, yang terus berada di lapangan, merekalah yang akan menikmati semua penggenapan itu.