"Maka Yesus menjawab mereka, kata-Nya: 'Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari
diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab
apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan
kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan
menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi dari
pada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan
menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang
dikehendaki-Nya.'" - Yohanes 5:19-21
Yesus Kristus menjadi Yang Sulung dan Yang Terutama bukan saja karena Ia berasal dari Roh Allah namun juga karena KETERGANTUNGAN-NYA yang total terhadap Bapa. Dan inilah yang menjadi dasar utama mengapa seorang Yesus menjadi sempurna sama dengan Bapa yang sempurna adanya.
Semakin besar ketergantungan seseorang kepada Tuhan, semakin seseorang mengandalkan Tuhan daripada yang lain, semakin besar pula kesempatan orang tersebut untuk menjadi sempurna sesuai dengan kehendak Bapa. Jadi keperkasaan Yesus bukan karena diri-Nya sendiri, melainkan karena kerja Bapa yang "ditiru" oleh-Nya. Dan apabila seseorang merasa masih sanggup mengerjakan segala sesuatu dari dirinya sendiri, maka semakin kecillah peluangnya untuk menggenapi kehendak Bapa.
Kisah berikut ini mungkin dapat lebih menjelaskan keterbatasan dan ketergantungan Anak Manusia terhadap Bapa, juga bagaimana kita seharusnya bergantung kepada Bapa:
"Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke
sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi
kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan. Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera
mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: 'Biarlah anak-anak kenyang
dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak
dan melemparkannya kepada anjing.' Tetapi perempuan itu menjawab: 'Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di
bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.' Maka kata Yesus kepada perempuan itu: 'Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.' Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." - Markus 7:24-30
Yesus punya kuasa dan juga belas kasihan, namun hal itu tidak menjadikan-Nya langsung bertindak menyembuhkan anak dari perempuan Yunani itu. Karena ketika perempuan itu memohon, Yesus menegaskan ruang lingkup kerja-Nya yang telah dibatasi oleh kehendak Bapa. Yesus bahkan tidak mencoba bernegosiasi dengan Bapa. Hebatnya adalah perempuan itu mau memahami kehendak Bapa dalam keterbatasan Yesus. Karena ketika Yesus menggambarkan situasi yang ada dengan 3 peran yaitu seorang bapak yang memberi makan anak-anaknya dengan "ditemani" seekor anjing, perempuan itu mengambil gambaran terendah dan terhina. Jika saja perempuan itu tidak mendapati gambarnya sebagai anjing dan juga tidak dianggap sebagai anak-anak-Nya, maka perempuan itu tidak akan memperoleh "roti" kesembuhan yang dibutuhkannya. Dan sesungguhnya iman perempuan Yunani itu tidak disandarkan pada kuasa Yesus, melainkan pada penerimaan gambar anjing yang disediakan Bapa kepadanya, sehingga dengan kata-kata pengakuannya, ia memperoleh kesembuhan bagi anak perempuannya.
Manakah yang Anda pilih, mampu melakukannya sendiri atau menantikan kehendak Tuhan yang sempurna?
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.