Sebagai orang Kristen, kita tentu telah mendengar berulang kali kisah Daniel yang bertaruh nyawa untuk setia kepada Allah Jehovah, hingga ia dijebloskan ke gua singa, namun nyawanya tetap terpelihara.
Begitu juga kisah ketiga remaja Ibrani, Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang nyawanya tetap selamat sekalipun dijebloskan ke dalam dapur api.
Setelah mereka selamat, Nama Allah Jehovah dipermuliakan bahkan di antara bangsa-bangsa kafir. Sungguh hal itu merupakan kesaksian-kesaksian yang sangat luar biasa.
Namun sebagai pengikut Kristus, hal itu belum tentu terjadi. Sekitar 11 rasul mati martir (Yudas Iskariot mati bunuh diri dan Yohanes diberi hidup kekal), dan minimal ribuan atau mungkin jutaan orang Kristen juga mati martir demi sesuatu yang sesungguhnya sulit dinalar.
Ketika Daniel selamat, Sadrakh, Mesakh dan Abednego selamat, mereka bisa dengan mudah berbangga dengan Allah Jehovah dan merasakan superioritas ilahi dibanding dewa-dewa berhala kerajaan Babel.
Namun ketika zaman Gereja mula-mula, ke-allah-an Tuhan Yesus seakan-akan kalah saing dibanding dewa-dewi kerajaan Romawi saat itu.
Sampai di sini marilah kita renungkan sejenak, sesungguhnya demi siapakah para martir itu rela mati? Padahal Tuhan tidak menyelamatkan nyawa mereka, dan jumlah mereka justru semakin banyak.
Inilah pertaruhan kita sebagai pengikut Kristus, yakni sekalipun Tuhan tidak menolong, kita tetap bertahan dalam iman hingga akhir nyawa kita.
Adakah kita sudah mempersiapkan hati dan hidup kita untuk bersikap sama dengan mereka yang menjadi martir di masa Gereja mula-mula, ketika masa yang paling menentukan itu tiba, yakni Masa Tribulasi Besar?
Tanda Binatang itu adalah ujian final bagi Gereja dan barangsiapa menang ia akan duduk memerintah dan berkuasa menghakimi bersama dengan Tuhan Yesus.
Tuhan memberkati.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.